SEGALA USAHA / KEGIATAN BERKAITAN DENGAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) WAJIB MELAKSANAKAN TJSL ATAU CSR
3 min readTanggung jawab sosial perusahaan atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan terbatas (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya yang diantaranya adalah Konsumen, Karyawan, Pemegang Saham, Masyarakat dan Lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Perlu diketahui oleh masyarakat umum bahwa di Pasal 74 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) menegaskan ; Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA) Wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan (TJSL atau CSR).
Ditegaskan juga dalam ISO 14001, ISO ini erat kaitannya dengan lingkungan. Jadi sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya harus memperhatikan dampak – dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
Sering kita jumpai kegiatan industri yang memberikan dampak merugikan pada lingkungan karena Pembuangan Limbah yang tidak mengikuti aturan standar Di ISO 14001, bukan hanya pengelolaan limbah yang diatur, tapi juga pemakaian energi serta bahan bakar, dlsb.
Dalam ISO 26000 yang diterbitkan pada bulan September tahun 2010 tentang “Guidance on Social Responsibility” akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu – isu disetiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR atau TJSL
Dari hasil survei “The Millenium Poll on CSR” (Tahun 1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, Dampak Terhadap Lingkungan, yang merupakan bagian dari Tanggung Jawab Sosial perusahaan (TJSL atau CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, Citra Perusahaan & Brand Image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR atau TJSL adalah ingin “MENGHUKUM” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Sehingga kerangka kerja TJSL dengan Konsep TJSL berhubungan erat dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yang mengatur bahwa perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi (misalnya tingkat keuntungan atau dividen), tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. TJSL dapat dirumuskan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Ini yang menjadi perhatian terbesar dari Peran Perusahaan Dalam Masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan Peningkatan Kepekaan dan Kepedulian Terhadap Lingkungan dan Masalah Etika.
Masalah seperti Perusakan Lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar.
Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai LINGKUNGAN HIDUP dan permasalahan sosial semakin tegas, juga Standar dan Hukum sering kali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktik yang dikenal sebagai “Investasi bertanggung jawab sosial” (Socially Responsible Investing / SRI).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari SUMBANGAN SOSIAL dan “Perbuatan Baik” (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya SUMBANGAN SOSIAL merupakan bagian kecil saja dari CSR, Perusahaan pada masa lampau sering kali mengeluarkan uang untuk proyek – proyek komunitas, pemberian beasiswa dan Pendirian Yayasan Sosial. Mereka juga sering kali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai Kegiatan Sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar / relasi komunitas (Organisasi Pelestari atau Yayasan Pelestari, dlsb) dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas.
CSR bukanlah sekadar kegiatan amal belaka, melainkan CSR atau TJSL mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh – sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk Lingkungan Hidup.
Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.